Diberdayakan oleh Blogger.

Benarkah Warga LDII Menganggap Kafir Orang di Luar LDII?

Tidak benar. Karena, siapapun atau golongan manapun tidak mempunyai wewenang untuk mencap, menyatakan, memberi label “Kafir” kepada seseorang. Hanya Alloh dan Rosul-Nya yang berwenang memvonis “Kafir” dan “Sesat” kepada orang yang mendurhakai dan melanggar batas-batas ketentuan-Nya. Berdasar pada firman Alloh dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maa-idah, No. Surat: 5, yang berbunyi:
Yang artinya: “Barangsiapa yang tidak menghukumi / memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang kafir”.

Lagi, orang berani membantah urusan Al-Qur’an berhukum kafir. Berdasar pada sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, dalam Hadits Abu Daud, Juz 2 hal 505, yang berbunyi:
Yang artinya: “Membantah dalam Al-Quran adalah orang kafir”.

Menurut firman Alloh Ta’alaa dan sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam di atas sangat jelas sekali siapa orang kafir itu, namun demikian kita tidak boleh serta merta menuding seseorang kafir. Mengapa? Karena, itu sudah menjadi skenario Alloh Ta’alaa. Alloh telah berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Faathir, No. Surat: 35, Ayat: 8, yang berbunyi:
Yang artinya: “Maka sesungguhnya Alloh menyesatkan pada orang (siapa) yang dikehendaki-Nya dan menunjukkan (memberi hidayah) pada orang (siapa) yang dikehendaki-Nya”.

Dan menurut sabda Rosulullohi Shollalohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Shohih Bukhori, Kitaabul Adab, yang berbunyi:
Yang artinya: “Tidaklah seorang laki-laki menganggap fasik dan kafir pada orang laki-laki lain kecuali kefasikan dan kekafiran itu akan berbalik kepada dirinya sendiri, jika orang laki-laki lain itu ternyata tidak fasik dan tidak kafir”.

Dan juga menurut Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Shohih Bukhori, Kitaabul Adab, jika seseorang menuduh kafir orang lain padahal orang yang dituduh kafir itu adalah orang mukmin, maka orang yang menuduh tersebut (dosanya) seperti membunuhnya. Sebagaimana sabdanya berikut ini:
Yang artinya: “Dan barangsiapa menuduh pada orang iman dengan tuduhan “kafir”, maka dia seperti membunuhnya”.

Bisa jadi, anggapan demikian hanya merupakan kesalahpahaman saja, misal warga LDII sedang memberikan nasehat pemantapan keimanan tentang wajibnya sholat 5 waktu, dasar yang dipakainya adalah sabda Nabi yang tercantum di dalam Hadits Nasa’i Juz 1 hal 231-232, berbunyi:
Yang artinya: “Sesungguhnya janji yang (membedakan) antara kami dan mereka adalah sholat. Maka barangsiapa siapa yang meninggalkan sholat maka hukumnya kafir”.

Kemudian warga LDII ini menarik sebuah kesimpulan bahwa “kalau kalian tetap saja tidak mau mengerjakan sholat berarti kalian itu orang kafir”. Lantas, orang islam yang tidak pernah mengerjakan sholat, mendengarkan kata-kata seperti itu merasa dikafir-kafirkan. Nach, kebetulan saja yang sedang dinasehati itu bukan warga LDII, sehingga terjadilah anggapan-anggapan negatif seperti itu. Dan itu biasanya hanya terjadi sebatas di lingkup keluarga dan sahabat atau teman akrab. Tapi, oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan LDII hal seperti itu menjadi berbeda, mereka kemas ke dalam satu masalah biar menjadi perkara “Ini, perbuatan yang tidak menyenangkan”.

Padahal, warga LDII sangat peduli kepada saudara atau sahabatnya itu, sehingga warga LDII menaruh perhatian yang cukup besar kepadanya, warga LDII tersebut merasa tidak ridho, tidak rela, tidak ikhlas jika saudara atau sahabatnya sebagai orang muslim tapi berani meninggalkan sholatnya. Warga LDII merasa khawatir bila saudara atau sahabatnya itu sewaktu-waktu mati dalam keadaan kafir, kalau sudah begitu di akheratnya kelak tidak dapat lagi saling tolong- menolong. Karena pada hari itu sudah tidak ada lagi jual beli, persaudaraan dan tolong-menolong. Mengingat akan firman Alloh dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqoroh, No. Surat: 2, Ayat: 254, yang berbunyi:
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Alloh) sebagian dari rezki yang telah kami berikan kepada kamu sekalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tiak ada ikatan persaudaraan dan tidak ada lagi syafa’at (mak: bagi orang kafir tidak dapat saling menolong untuk menyelamatkan dari adzab Alloh pada hari kiamat). Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dhzolim”.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh, No. Surat: 2, Ayat: 48, yang berbunyi:
Yang artinya: “Dan takutlah kamu sekalian pada hari (yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong”.

Mumpung masih ada kesempatan hidup sekali yang hanya sebentar di dunia ini, warga LDII memanfa’atkannya untuk menyampaikan basyiron wa nadziiron (berita yang menggembirakan (tentang surga) dan berita yang menakutkan (tentang neraka). Konon katanya saudara islam itu adalah saudara lahir bathin di dunia sampai akherat?! lantas mengapa “Sudah tahu saudaranya dalam keadaan bahaya karena meninggalkan sholat kok hanya dicuekin / dibiarin begitu saja, tidak ada pedulinya sama sekali!?” Orang yang mengaku sebagai muslim / orang Islam tapi anteng dalam meninggalkan sholat, zakat, puasa, dan hajinya, sungguh itulah yang disebut orang Islam yang sedang tertidur pulas. Tentu tidak mudah untuk membangunkannya, terkadang malah marah.
[S.Baiturrahman]
Share on :
Benarkah Warga LDII Menganggap Kafir Orang di Luar LDII?
Benarkah Warga LDII Menganggap Kafir Orang di Luar LDII?
Reviewed by Unknown
Published :
Rating : 4.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar