Diberdayakan oleh Blogger.

Benarkah Warga LDII Tidak Mau Sholat di Masjid selain Masjid LDII?

Tidak benar. Warga LDII selalu berusaha tertib dalam menjalankan sholat lima waktu, dalam rangka memenuhi firman Alloh, dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqoroh, No. Surat: 2, Ayat: 238, yang berbunyi:
Yang artinya: “Peliharalah segala sholat (mu), dan (peliharalah) sholat yang di tengah-tengah (ialah sholat ashar), berdirilah karena Alloh (dalam sholatmu) dengan khusyu’.

Untuk menjalankan kewajiban sholat lima waktu tersebut, warga LDII bisa melaksanakan ibadah sholatnya di masjid, di mushollah, ataupun di tempat-tempat lain yang bersih dan suci termasuk di dalam gereja yang tidak ada arca / patungnya, seperti yang diterangkan oleh Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa di dalam Al-Qur’an, Surat Al-A’roof, No. Surat: 7, Ayat: 29, yang berbunyi:
Yang artinya: “Katakanlah (Muhammad),” Tuhanku menyuruhku menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah): “Luruskan/tetapkanlah wajah kalian di sisi setiap masjid (pokuskanlah perhatian kalian pada sholat kalian itu), dan sembahlah Dia (Alloh) dengan memurnikan pada agama-Nya”.

Di dalam Al-Qur’an, Surat Al-Jin, No. Surat: 72, Ayat: 18, Alloh berfirman:
Yang artinya: “Dan sesungguhnya masjid itu adalah kepunyaan Alloh”.

Konsep atau pengertian seperti yang dimaksud oleh ayat itu, perlu ditanamkan pada setiap ummat Islam sejak dini, termasuk warga LDII, agar bilamana mereka sedang melakukan berbagai aktivitas tidak boleh meninggalkan sholat untuk menyembah Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa pada waktunya. Dasar hukumnya adalah Hadits Bukhori, Kitab Adab, Juz 8 Hal 2, yang berbunyi:
Yang artinya: “Abdillah berkata: “Aku bertanya kepada Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam: “Amalan apakah yang paling disenangi Alloh? Nabi bersabda: “Sholat atas waktunya”.

Bahkan menurut sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Tirmidzi Juz 5 hal 13, yang berbunyi:
Yang artinya: “(Bedanya) antara hamba dan kafir adalah meninggalkan sholat”.

Dalam arti luas bahwa ummat Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wasallam itu senantiasa mengerjakan sholat lima waktu tepat pada waktunya, sedangkan orang kafir tidak mengerjakan sholat lima waktu. Dasarnya adalah sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Nasa’i Juz 1 hal 231-232, yang berbunyi:
Yang artinya: “Maka barangsiapa yang meninggalkan sholat sungguh ia telah kafir”.

Dan bagi orang yang berani dengan sengaja meninggalkan sholat, maka sangsinya adalah ia masuk neraka jahannam. Sebagaimana sabda Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dalam Hadits Zawajir Juz 2 Hal 137, yang berbunyi:
Yang artinya: “Di dalam neraka Jahannam terdapat jurang. Isinya, ular-ular. Setiap ular besarnya seleher unta. Tugasnya, menggigit sambil menyuntikkan racun bisanya kepada orang yang meninggalkan sholat. Lantas racun bisa ular tersebut di dalam badan orang itu mendidih selama 70 (tujuh puluh) tahun, kemudian dagingnya hancur”.

Pada dasarnya untuk sujud menyembah Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa (sholat) itu dapat dilakukan dimana saja, sekalipun di dalam gereja, apalagi di dalam masjid. Karena semua masjid adalah rumah Alloh. Tempat bersujud untuk menyembah Alloh. Baik itu masjid milik warga NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Persyaratan pokoknya adalah masjid atau tempat yang bersih, bebas dari kotoran terutama berupa najis dan sesuatu yang diharomkan Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa, termasuk terdapat patung di dalamnya.

Dan Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda dalam Hadits Ibnu Majah, Juz 1, hal: 246, yang berbunyi:
Yang artinya: “Semua bumi adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi / wc”.

Maksud sabda Rosululloh itu, bahwa untuk sujud dan menyembah Allohu Subhaanahu Wa Ta’alaa, tidak terikat tempat. Masjid berarti tempat sujud. Masjid berasal dari kata “Sajada-Yasjudu” yang berarti “bersujud atau menyembah”. Dalam pengertian sebenarnya masjid bukan sekedar gedung yang ada kubah dan menaranya atau tempat / ruangan atau bangunan tertentu, tetapi tempat sujud yang terhampar berupa permukaan bumi yang teramat luas ini. Tiap potong bumi, dengan beralas atau tidak beralas adalah tempat sujud bagi semua ummat Islam, termasuk warga LDII. Setiap jengkal permukaan bumi beratap atau bertadahkan langit, bagi orang-orang yang bertaqwa dapat di namakan masjid kecuali WC. Jadi, tidak ada istilah “Ini masjid LDII, ini masjid NU, ini Masjid Muhammaddiyah, dll. Semua masjid milik Alloh, untuk mengingat Alloh, bersujud kepada-Nya. Bahkan sahabat tidak merasa terhalang sholat di dalam Gereja. Di dalam Hadits Shohih bukhori juz 1 hal 118, di ceritakan bahwa:
Yang artinya: “Dan Ibnu Abbas sholat di dalam gereja kecuali di dalam gereja yang ada gambar timbul (arca / patung)”.

Terutama bagi warga LDII yang waktu pulang kerjanya tidak bertepatan dengan waktu sholat berjama’ah di masjid, atau yang anggota keluarganya tidak sedikit dan ditambah dengan sedikit tidak rajin sholat, biasanya mereka memilih sholat berjama’ah di rumah dalam rangka penjagaan diri dan keluarga mereka dari ancaman siksa api neraka. Sebagaimana apa yang telah diperintahkan Alloh dalam Al-Qur’an, Surat At-Tahrim, No. Surat: 66, Ayat: 6, yang berbunyi:
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang tidak mendurhakai Alloh terhadap yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Jika di tempat terdekat ada masjid LDII, tentunya sangat wajar apabila warga LDII tersebut lebih memilih pergi ke masjid LDII. Hal tersebut semata-mata lebih disebabkan karena di masjid LDII tersebut dapat diperoleh informasi-informasi mengenai kegiatan organisasi, sekaligus dapat bersilaturrohim sesama warga LDII dan sekalian sambil menambah ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi dari pengajian yang diadakan di masjid LDII tersebut. Hal seperti ini lazim juga dilakukan oleh warga NU, dan Muhammadiyah terhadap masjid-masjid mereka. Untuk apa? Untuk mendapatkan ketenangan hati.

Bila kita hendak menauladani peninggalan Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, maka tidak cukup hanya mengingat indah senyumnya saja, tidak sekedar mengenang keramah-tamahannya saja, kelemah-lembutan tutur katanya, tapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rosululloh, yaitu beliau adalah orang yang sangat menyukai prestasi kebersihan dan kesucian terutama tempat-tempat beribadah. Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rosul caranya adalah setiap kali kita hendak mengerjakan aktivitas ibadah seperti yang dilakukan oleh orang lain, kita cek terlebih dahulu dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Apabila betul ternyata ia mengerjakan seperti yang dikerjakan oleh Rosulullooh berarti amal ibadahnya itu benar telah sesuai dengan keteladanan Rosulullohi Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, kita tak usah malu untuk mengakui kebenarannya dan kita harus berani jujur untuk meninggalkan amal ibadah yang tidak sesuai dengan keteladanan Rosululloh.

Oleh karena itu tanyakan pada diri pribadi “Saya sholat seperti ini, apakah sudah sesuai dengan sholat yang diajarkan oleh Rosululloh? Saya berpakaian seperti ini, apakah sudah sesuai dengan pakaian yang di ajarkan oleh Rosululloh, termasuk kita melarang orang lain sholat di mana masjid yang ia senangi, apakah ini ajaran Rosululloh? Merusak sarana-prasarana ibadah, hak milik orang lain apakah itu juga ajaran Rosululloh?
[S.Baiturrahman]
Share on :
Benarkah Warga LDII Tidak Mau Sholat di Masjid selain Masjid LDII?
Benarkah Warga LDII Tidak Mau Sholat di Masjid selain Masjid LDII?
Reviewed by Unknown
Published :
Rating : 4.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar