2. Muballigh sebagai pemimpin berarti menamkan raya yakin, mengarahkan, membimbing, membina dan menuntun kepada sejumlah jama'ah untuk ikut serta dalam melakukan kegiatan amal sholih untuk mencapai suatu tujuan yang mulia.
3. Muballigh sebagai pemimpin berarti harus mampu membangkitkan pengertian rasa ta'dhzim / hormat, percaya, gairah kepada jama'ah yang dipimpin, sehingga mereka mau memperhatikan serta mau menta'ati pengarahan, bimbingan dan tuntunan dari muballigh.
4. Muballigh sebagai pemimpin harus berwibawa dan berpengaruh. Wibawa dan pengaruh memancar dari kepribadian yang utuh dan sehat lahir dan batin. Maka dari itu, muballigh sebagai pemimpin harus mempuyai sikap dan prilaku sebagai pemimpin, yaitu:
a. Berbudi Luhur. Setiap muballigh harus berbudi luhur. Budi luhur senantiasa mencerminkan akhlak yang tinggi. budi pekerti yang baik. Muballigh yang berbudi luhur mempunyai keimanan yang tinggi, keyakinan yang mantap, pendirian yang teguh, kemauan yang keras, dan mempunyai tindakan yang konsekuen dan konsisten. Muballigh sebagai pemimpin yang berbudi luhur tidak mudah digoyahkan keyakinannya dalam keadaan bagaimana pun keadaannya, bahkan sekalipun dalam keadaan gawat..., ia tidak akan meninggalkan tugasnya. Muballigh sebagai pemimpin yang mempunyai keimanan yang tinggi, keyakinan yang mantap dan pendirian yang teguh akan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan yang positif secara aktif dan tertib untuk mencapai tujuan sekalipun besar pengorbanan yang harus dicurahkan. Muballigh sebagai pemimpin yang mempunyai kemauan yang keras, maka akan melahirkan kegiatan yang konsisten dan tindakan yang konsekuen dan mampu bekerja keras serta berani menghadapi resiko yang diperhitungkan dengan matang sampai berhasil mencapai tujuan.
b. Beridealisme. Setiap muballigh harus mempunyai idealisme. Sebab, idealisme dapat menimbulkan motivasi untuk berjuang dan dapat membangkitkan keberanian untuk menghadapi segala tantangan, hambatan, dan bahkan ancaman. Muballigh yang beridealisme, senantiasa mempunyai gagasan untuk mempertahankan dan melestarikan serta terus menerus melakukan pembinaan Qur'an-Hadits-Jama'ah sampai mendekati hari kiamat untuk mencapai tujuan mulia yaitu bahagia lahir batin di dunia dan di akhirot.
c. Berfalsafah Pengabdian. Muballigh sebagai pemimpin yang berfalsafah pengabdian pasti ia sanggup mengabdi kepada Alloh Ta'alaa untuk mensyiarkan Qur'an-Hadits-Jama'ah yang tercermin dalam TRI DHARMA:
1. Rumongso Handarbeni, yaitu merasa ikut memiliki sesuatu yang menjadi milik bersama, seperti kemurnian Qur'an-Hadits-Jama'ah dan pembinaan Qur'an-Hadits-Jama'ah hingga mendekati hari kiamat.
2. Melu Hangrungkebi, yaitu ikut pertanggung jawab untuk mempertahankan dan membela milik bersama, seperti keselamatan, kemurnian, kelangsungan hidup, kelestarian dan pembinaan Qur'an-Hadits-Jama'ah.
3. Mulat Sariro Hangroso Wani, yaitu berani mawas diri, yakni secara terus menerus meneliti diri sendiri sampai dimana kita telah berbuat untuk kejayaa dan kelestarian Qur'an-Hadits-Jama'ah.
d. Berpengetahuan. Setiap muballigh harus mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dan benar-benar menguasai terutama ilmu qur'an dan hadits, dan mengenal seluk beluk serta lika-liku dari tugasnya sebagai penyampai, sehingga nantinya muballigh dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar, dan dapat menjadi tempat yang sangat tepat untuk curhat dan bertanya bagi jama'ah atau anggota masyarakat di lingkungan tugasnya.
e. Bergaul. Setiap muballigh harus mempunyai metode pendekatan manusiawi, yaitu kesadaran bahwa manusia itu mempunyai kemampuan dan batas kemampuan. Oleh karena itu, muballigh hsruslah bersikap dan bersifat terbuka, ramah, tanggap terhadap jama'ah di lingkungan tempat tugasnya, sehingga mendapat simpati dari jama'ah, bahkan dari anggota masyarakat sekitarnya.
[S.Baiturrahman]
KEPEMIMPINAN MUBALLIGH
Reviewed by Unknown
Published :
Rating : 4.5
Published :
Rating : 4.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar