Sesuai dengan fungsinya, yaitu muballigh tugasnya menyampaikan ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits, ditambah dengan ilmu pengetahuan umum yang bermanfa’at bagi kehidupan jama’ah. Orang yang tidak sedikit ilmunya akan mengatakan, “ilmu yang bermanfa’at itu nilainya lebih tinggi daripada harta benda, karena ilmu tersebut akan terus digunakan dan dimanfa’atkan selama-lamanya, sepanjang peradaban umat manusia”. Oleh karenanya, ilmu di tangan orang yang pandai bagaikan sebutir intan berlian, tentulah sangat berharga sekali. Tapi, ilmu di tangan orang yang bodoh, bagaikan segenggam lumpur yang tak berguna. Muballigh sebagai pemberi ilmu yang bermanfa’at tersebut akan tetap dikenang meskipun ia telah tiada/berpisah. Sedangkan manfa’at yang dapat diambil dari ilmu yang diajarkannya akan dapat berwujud berupa pahala yang terus berkembang dan mengalir yang tidak ada putusnya sampai akhir zaman.
Adakah bonus yang dapat membandingi besarnya pahala tersebut? Akan tetapi semua yang saya paparkan di atas lebih diarahkan kepada kepuasan rohani dan kehidupan di akhirot nanti. Barangkali ada yang bertanya-tanya, “Tidak adakah bagian muballigh untuk mencicipi sedikit kebahagiaan di dunia ini?” Sebagai manusia, tentu saja muballigh tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan hidup berupa materi. Dalam hal ini, jelas muballigh boleh juga merasakan titik terang yang mengarah pada perbaikan kesejahteraan yang memadai, yakni mendapatkan jaminan kesejateraan, kesehatan dan pendidikan, dengan harapan muballigh akan lebih bergairah dalam melaksanakan tugas amal sholih mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits kepada jama’ahnya.
Harapan senantiasa menjanjikan kebahagiaan. Apabila semua yang pernah menjadi harapan kini benar-benar terwujud, menjadi kenyataan, maka muballigh ingsya Alloh akan tampil mengajar di depan jama’ahnya dengan wajah yang lebih ceria dan penuh gairah, penampilan lebih rapi, tambah percaya diri. Keadaan seperti itu dapat memberikan kesan yang positif bagi anak jama’ah dan sekaligus merupakan motivasi yang kuat untuk menumbuhkan minat anak jama’ah dan orang tuanya untuk memilih pangkat/derajat yang luhur dengan menjadi muballigh yang faqih, ‘alim, berakhlaqul karimah dan mandiri.
Ini adalah menjadi kewajiban kita semua untuk membuktikan kepada anak jama’ah dan orang tua jama’ah, bahwa menjadi muballigh bukanlah satu pilihan yang keliru, dan bukan hanya sekedar pelarian karena sulitnya mencari pekerjaan, sekolah atau jodoh. Dan bukan pula bentuk pelarian dari menghindari pekerjaan rumah.
Rendahnya mutu pengajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits antara lain didefinisikan sebagai suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Sementara itu muballigh lulusan dari salah satu pondok, baik itu pondok pusat ataupun pondok mini menjadi sasaran utama penilaian para jama’ah terhadap mutu pengajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits. Para jama’ah mengaharapkan agar para muballigh lulusan dari pondok pusat dapat langsung menerapkan ilmu yang telah dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan bidangnya, yaitu menyampaikan hasil pemangkulan Al-Qur’an dan Al-Hadits selama di pondok. Kenyataannya masih belum siapnya para muballigh lulusan pondok pusat untuk menempati amal sholih sebagai seorang muballigh tugasan.
Jika kita lihat, masih langka pondok-pondok yang mempersiapkan para muballigh lulusannya untuk menempati suatu amal sholihnya sebagai muballigh tugasan. Kalapun siap ditugaskan, tidak jarang dari mereka yang milih-milih tempat di mana mereka akan ditugaskan, jika kelihatannya cocok mereka siap berangkat tugas, tapi jika mereka rasakan tidak cocok, maka mereka pun segera mengarang alasan agar tidak jadi ditugaskan di tempat yang mereka anggap tidak cocok itu.
Umumnya setiap pondok hanya memberikan bahan pokok pengajaran berupa ilmu Al-Qur’an dan hadits-hadits himpunan sebagai dasar (kerangka berpikir) bagi seorang muballigh agar mampu memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan jama’ah di mana ia bertugas. Sehingga seringkali timbul suatu prinsip di kalangan mereka, “yang penting saya sudah menyampaikan pemangkulan, soal mau paham atau tidak itu urusan mereka (jama’ah),”. Dan kadang-kadang para muballigh sendiri kurang memperhatikan disiplin ilmu yang telah mereka tekuni di pondok berbulan-bulan lamanya, jarang mereka deres, jarang mereka buka dan mereka pelajari kembali. Dengan demikian, timbul pertanyaan, “apakah sebenarnya tujuan utama dari belajar di pondok sekian lama itu? Tujuan belajar di pondok adalah memungkinkan terjadinya transfer ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits oleh guru kepada murid. Dengan demikian, apa yang telah dipelajari selama di pondok itu diharapkan akan berguna bagi para jama’ah serta dapat memecahkan berbagai masalah yang terjadi di kalangan jama’ah.
Perlu kita ketahui bahwa transfer ilmu sebagai tujuan utama belajar tidak dapat di peroleh dengan sendirinya setelah muballigh belajar lama di pondok, karena transfer belajar akan timbul jika muballigh yang baru tugas atau pun yang sudah lama tugas memahami prinsip-prinsip yang pundamental, yang dikenal dengan istilah “Struktur”. Setiap muballigh yang disiplin ilmu pasti mempunyai struktur belajar dan mengajar. Persoalan lain, bagaimana cara yang paling efektif untuk memahami struktur? Hal ini berkaitan dengan keterampilan muballigh dalam belajar dan mengajar. Yang jelas, muballigh dituntut untuk memiliki kreativitas dalam melaksanakan proses belajar mengajar ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Yang penting, bahwa belajar mengajar ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits harus lebih mengutamakan pemahaman mengenai bahan yang akan dimangkulkan kepada jama’ah. Jangan sampai terjadi, muballighnya sendiri belum paham terhadap materi yang akan ditransfer ke jama’ah, terus memaksakan diri mengajarkannya kepada jama’ah.
Akhirnya, kepada muballigh-lah permasalahan ini akan kembali. Karena, memang muballigh memegang peranan penting yang menyebabkan tinggi-rendahnya mutu pengajaran ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Namun, alasan yang tidak edukatif jika mutu pengajaran ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits menurun karena muballigh ukhronya kecil, tugas di tempat yang kering.
[S.Baiturrahman]
PERANAN MUBALLIGH DALAM MENINGKATKAN MUTU KEPAHAMAN JAMA’AH SANGAT DOMINAN
Reviewed by Unknown
Published :
Rating : 4.5
Published :
Rating : 4.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar